Honor Layak untuk Guru Sukarelawan: Cara Memulyakan Pejuang di Sudut Negeri





Guru merupakan pilar fundamental dalam pembangunan pendidikan suatu bangsa. Mereka tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembentuk karakter dan masa depan generasi penerus. Namun, di balik peran strategis ini, banyak guru, khususnya guru sukarelawan (sukwan) di daerah terpencil, yang hidup dalam kondisi serba kekurangan. Honor yang mereka terima sering kali tidak sebanding dengan pengorbanan dan dedikasi yang mereka tunjukkan. Ironisnya, tidak jarang honor tersebut berada di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), yang merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.

Tantangan yang Dihadapi Guru Sukarelawan di Daerah Terpencil

Guru sukarelawan di daerah terpencil menghadapi tantangan yang lebih berat dibandingkan rekan-rekan mereka di perkotaan. Mereka sering kali harus bekerja dengan fasilitas yang terbatas, menempuh jarak yang jauh, dan memiliki akses informasi yang minim. Selain itu, mereka juga harus beradaptasi dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat yang mungkin sangat berbeda dari tempat asal mereka.

Meski demikian, dedikasi mereka tetap tinggi. Mereka mengajar dengan semangat meskipun harus menghadapi berbagai keterbatasan. Namun, ironisnya, honor yang mereka terima sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, sering kali honor mereka berada di bawah UMK, yang seharusnya menjadi batas minimum untuk memastikan kesejahteraan pekerja.

Paradoknya pun terjadi kesamaan dengan Guru sukarelawan di kota-kota. Mereka menggunakan sisa waktu dan tenaganya untuk mencari penghasilan tambahan, mulai dari memungut sampah plastik, ojek online hingga menjadi guru privat bimbingan belajar. Miris memang keadaan guru yang di negeri ini serasa tidak dimulyakan keberadaannya.

Pembatasan Nominal yang Tidak Adil

Salah satu masalah utama yang dihadapi guru sukarelawan adalah pembatasan nominal honor yang sering kali ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga penyelenggara pendidikan. Pembatasan ini membuat honor mereka jauh dari kata layak, terutama jika dibandingkan dengan beban kerja dan tanggung jawab yang mereka pikul.

Pembatasan nominal ini tidak hanya merugikan guru sukarelawan, tetapi juga berimplikasi negatif terhadap sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketika guru tidak menerima penghasilan yang layak, motivasi mereka untuk mengajar cenderung menurun, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa, terutama di daerah terpencil yang sudah memiliki banyak keterbatasan.

Menghilangkan Pembatasan Nominal dan Menjamin Honor yang Layak

Saatnya bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk mengambil langkah konkret dalam menghilangkan pembatasan nominal terhadap honor guru sukarelawan. Honor yang diberikan harus mempertimbangkan beban kerja, tanggung jawab, dan kondisi daerah tempat mereka bertugas. Selain itu, honor tersebut setidaknya harus setara dengan UMK, agar guru sukarelawan dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarga.

Di samping menghilangkan pembatasan nominal, pemerintah juga perlu mempertimbangkan pemberian tunjangan khusus bagi guru yang bertugas di daerah terpencil. Tunjangan ini bisa berupa tunjangan transportasi, tunjangan daerah terpencil, atau tunjangan kinerja. Dengan demikian, guru sukarelawan tidak hanya akan menerima honor yang layak, tetapi juga insentif tambahan yang dapat meningkatkan motivasi mereka untuk terus mengabdi di daerah terpencil.

Dampak Positif bagi Pendidikan Nasional

Memberikan honor yang layak kepada guru sukarelawan di daerah terpencil tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga akan berdampak positif pada kualitas pendidikan secara nasional. Guru yang sejahtera akan lebih fokus dan bersemangat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga kualitas pembelajaran di daerah terpencil akan meningkat. Kebijakan ini juga berpotensi menarik lebih banyak tenaga pendidik berkualitas untuk mengabdi di daerah terpencil.

Kesimpulan

Guru sukarelawan di daerah terpencil adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang untuk memajukan pendidikan di wilayah yang paling membutuhkan. Sudah saatnya kita memberikan penghargaan yang setimpal atas pengorbanan mereka, dimulai dengan memberikan honor yang layak dan menghilangkan pembatasan nominal yang tidak adil. Dengan demikian, kita tidak hanya memastikan kesejahteraan guru, tetapi juga masa depan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak di daerah terpencil.

Pemerintah, lembaga pendidikan, dan semua pihak terkait harus segera mengambil langkah nyata untuk mewujudkan hal ini. Tanpa guru yang sejahtera, mustahil kita dapat membangun pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh pelosok negeri.

Penulis:
Suraji, M.Pd



Komentar

  1. Setuju pak Suraji, guru adalah ujung tombak pendidikan yang ada di garda terdepan yang kerja dan karyanya nyata digunakan dan dibutuhkan untuk generasi penerus bangsa, walau disebut pahlawan tanpa tanda jasa tapi mbok yo jangan keterlaluan tidak menghargai guru, apalagi guru honorer yang kesejahteraannya sangat memprihatinkan, sebegitukah penghargaan terhadap guru? tokoh yang sanggup memerankan apa saja, tokoh yang sanggup menciptakan profesi apa saja di negara ini.

    BalasHapus
  2. Keren komandan, fastabikul khairatnya

    BalasHapus
  3. Amat sangat setuju,krn qt jga pernah jdi guru sukarelawan,jadi qt tw rasanya,hidup guru maju terus PGRI

    BalasHapus
  4. Kerren Pak Sekjen. Tulisan yg sgt menggugah. Semoga bsa membuka hati sehingga
    ada apresiasi yg lebih pantas utk semua guru di pelosok negeri, Aamiin....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer