Hentikan Diskriminasi dan Kriminalisasi Guru: Perlindungan bagi Tenaga Pendidik Sukarelawan yang Terabaikan
Dalam beberapa waktu terakhir, semakin banyak kasus guru honorer atau sukarelawan yang dilaporkan kepada pihak berwajib hingga menjadi sorotan media karena dianggap melanggar regulasi. Salah satu penyebab utama adalah ketidakberadaan pengakuan formal bagi guru sukarelawan yang tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), meskipun demikian mereka telah mengabdi selama bertahun-tahun di satuan pendidikan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: di mana letak keadilan bagi guru-guru yang berdedikasi tinggi namun terancam diskriminasi dan kriminalisasi hanya karena status administrasi mereka? Hal yang sangat dilematis dimana kekurangan guru tidak terpenuhi seluruhnya oleh pemerintah sementara lembaga satuan pendidikan sangat membutuhkannya guna pembelajaran yang lebih optimal!
Akar Masalah: Kekurangan Guru & Regulasi yang Kaku
Kebutuhan akan tenaga pendidik di Indonesia masih sangat mendesak, terutama di daerah terpencil dan sekolah dengan akses terbatas. Sayangnya, jumlah guru tetap (PNS atau PPPK) belum mampu memenuhi rasio ideal antara guru dan murid. Akibatnya, banyak sekolah terpaksa merekrut guru sukarelawan atau honorer untuk menutupi kekurangan tersebut. Ironisnya, meskipun telah mengajar selama bertahun-tahun, banyak dari mereka tidak terdaftar dalam Dapodik karena adanya peraturan yang melarang pengangkatan tenaga honorer baru.
Regulasi seperti Permendikbud No. 10 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Guru PPPK dan Honorer bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga honorer. Namun, aturan ini tidak disertai dengan solusi konkret untuk memenuhi kebutuhan guru di lapangan. Akibatnya, sekolah terjebak dalam dilema: mematuhi regulasi dan menghadapi risiko kekurangan guru, atau melanggar aturan demi menjaga kualitas pembelajaran.
Guru Sukarelawan: Pahlawan Tanpa Pengakuan
Guru sukarelawan atau honorer yang tidak terdaftar di Dapodik sering kali dianggap "ilegal" meskipun kontribusi mereka sangat nyata. Mereka mengajar dengan honor yang minim, bahkan ada yang hanya digaji melalui iuran orang tua murid atau dana sukarela sekolah. Meskipun demikian, mereka menjadi tulang punggung pendidikan di banyak daerah. Ketika oknum LSM atau media melaporkan praktik pemberian honor ini, yang disasar bukan hanya sistemnya, tetapi juga individu guru dan pihak sekolah yang bekerja dalam keterpaksaan.
Kriminalisasi terhadap guru honorer atau sekolah yang mempekerjakan mereka merupakan bentuk ketidakadilan. Alih-alih menyelesaikan masalah struktural, langkah ini justru memperparah stigmatisasi dan ketidakpastian nasib guru-guru yang telah memberikan kontribusi besar.
Dampak pada Dunia Pendidikan
- Menurunnya Minat Mengajar: Kriminalisasi terhadap guru sukarelawan dapat mengurangi minat generasi muda untuk berkarir di dunia pendidikan, terutama di daerah tertinggal.
- Beban Psikologis: Guru yang terlibat dalam kasus hukum atau menjadi sasaran oknum media akan mengalami tekanan mental yang dapat mengganggu kinerja mereka dalam mendidik.
- Ketimpangan Pendidikan: Sekolah di daerah marginal akan semakin kesulitan memenuhi kebutuhan guru, yang pada gilirannya memperlebar jurang kualitas pendidikan.
Solusi yang Berkeadilan
Pemerintah dan pemangku kebijakan perlu mengambil langkah konkret untuk menghentikan diskriminasi ini:
- Evaluasi Regulasi: Revisi kebijakan yang lebih realistis diperlukan, seperti memberikan izin sementara bagi guru sukarelawan untuk terdaftar dalam Dapodik sambil menunggu proses seleksi guru PPPK atau PNS.
- Perlindungan Hukum: Sekolah dan guru honorer yang terpaksa melanggar aturan karena kondisi darurat harus mendapatkan perlindungan hukum, selama tidak ada unsur korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
- Peningkatan Alokasi Guru PPPK: Percepatan rekrutmen guru PPPK di daerah yang rawan kekurangan guru harus menjadi prioritas.
- Sosialisasi Transparan: Sosialisasi mengenai regulasi perlu dilakukan secara masif ke sekolah dan masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman.
- Apresiasi untuk Guru Sukarelawan: Pemerintah daerah dapat memberikan insentif atau sertifikat penghargaan sebagai bentuk pengakuan atas dedikasi mereka.
Stop Kriminalisasi, Fokus pada Perbaikan Sistem
Oknum LSM, media, dan masyarakat seharusnya tidak menjadikan guru sukarelawan sebagai "kambing hitam" dari kegagalan sistem. Alih-alih menyudutkan individu, tekanan seharusnya diarahkan kepada pemerintah untuk memperbaiki kebijakan rekrutmen guru dan pemerataan tenaga pendidik. Diskriminasi dan kriminalisasi hanya akan merusak ekosistem pendidikan, sementara guru-guru sukarelawan tetaplah pahlawan yang patut didukung, bukan dihukum.
Guru adalah ujung tombak kemajuan bangsa. Daripada mempersoalkan status administrasi, mari kita fokus pada upaya memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan hak pendidikan yang layak. Perlakukan guru sukarelawan dengan adil, berikan mereka jalan untuk legalitas, dan hentikan praktik kriminalisasi yang justru kontraproduktif bagi masa depan pendidikan kita.
Penulis:
Suraji, M.Pd
Komentar
Posting Komentar